[ True story ] Lamban Yang Welas Asih
Agus seorang anak yang memiliki kekurangan dibidang akademik, sejak kelas 1 SD Agus selalu mendapat rangking paling bontot alias rangking akhir. Setiap kenaikan kelas Kepala Sekolah SD – nya selalu mendatangi orang tua Agus yang seorang anggota Dewan Sekolah SD tersebut, untuk menyampaikan perkembangan Agus.
Orang tua Agus sangat sedih mengetahui keadaan anaknya tersebut dan memohon kepada Kepala Sekolah agar Agus diberi kesempatan untuk meneruskan sekolah di SD tersebut. Mereka selalu berkonsultasi dengan Guru – guru Agus mengenai kekurangan Agus tersebut. Bisa dibilang Agus termasuk anak yang lamban dalam menerima pelajaran, mungkin sebagian teman-temannya menyimpulkan Agus anak yang bodoh.
Ketika kelas 3 Agus duduk sebangku dengan Edi, mereka sangat cocok. Edi kerap curhat pada Agus mengenai kondisi keluarganya, kedua orang tuanya dan tentang SPP yang belum juga dibayar oleh kedua orang tuanya.
Satu ketika Edi menyampaikan kesedihannya saat menjelang pembagian raport sementara SPP yang telah menunggak beberapa bulan belum juga terbayar, total SPP yang harus dibayar sebesar Rp. 75.000,-
Tahukah anda apa yang dilakukan Agus untuk teman sebangkunya ? Agus ternyata telah mengumpulkan uang jajannya selama beberapa bulan sejak Edi bercerita tentang SPP-nya yang belum dibayar. Agus tidak pernah menggunakan uang jajannya untuk membeli minuman atau makanan di sekolah. Jumlah yang diperoleh sebesar Rp. 60.000,- sehingga Agus membutuhkan tambahan Rp. 15.000,-. Karena waktunya pembayaran tinggal beberapa hari lagi akhirnya Agus menceritakannya kepada orang tuanya.
Mengetahui tindakan yang telah dilakukan anaknya, orang tua Agus terperangah dan menitikkan air mata, tanda haru dan bangga. Tidak percaya apa yang telah dilakukan Agus atas empati yang dia berikan kepada teman sebangkunya. Anak seumur Agus sudah memiliki jiwa penyayang dan welas asih terhadap sesama. Tanpa pikir panjang orang tua Agus meluncur ke sekolah Agus dan membayar semua kekurangan SSP Edi hingga lunas.
Sekarang Agus telah duduk di bangku SMP, prestasi akademiknya biasa-biasa saja namun Agus sudah mampu mereparasi kendaraan bermotor layaknya seorang montir handal. Ternyata kecerdasan akademik tidak selamanya membuat seseorang cerdas secara emosional, memiliki empati dan welas asih.
Maka jangan remehkan teman, rekan, sahabat, saudara atau sedih melihat anak kita yang terlihat lambat secara akademik, karena yakinlah sesungguhnya mereka memiliki kelebihan yang orang lain tidak akan pernah mampu melakukan.
Labels: pendidikan anak, umum

Comments