AWAN PUN BERZIKIR
Pada hari Kamis, 20 Maret 2008, Majelis Rasulullah SAW mengadakan acara perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW di lapangan parkir Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Acara itu dihadiri juga oleh KH. Ma’ruf Amin (selaku Ketua MUI), dan perwakilan dari beberapa partai yang sengaja diundang oleh Majelis Rasulullah SAW.
Seperti biasa, Habib Munzir membawakan taushiyah-taushiyah yang menyentuh hati. Namun kali ini taushiyah beliau lebih terasa di jiwa setiap hadhirin. Beliau mengisahkan kembali bagaimana sosok Rasulullah SAW sesungguhnya. Bagaimana budi pekerti Rasulullah SAW yang tidak pernah kenyang selama 3 hari berturut-turut. Artinya beliau SAW lebih sering lapar. Bukan karena beliau miskin. Jika beliau mau, beliau bisa menjadikan makanan satu piring cukup untuk mengenyangkan beliau dan keluarganya untuk selama-lamanya. Namun beliau ingin menjadi orang yang pertama kali merasakan lapar sebelum ummatnya merasakan lapar, dan menjadi orang yang terakhir kenyang setelah ummatnya kenyang.
Kisah demi kisah terus mengundang tangis dari jiwa-jiwa yang mencintai Muhammad Rasulullah SAW. Jiwa-jiwa yang dimabuk rindu itu terus melayang ke langit tertinggi. Cahaya-cahaya indah terpancar dari dada mereka hingga menembus ke ‘Arasy.
Awan tipis berkumpul untuk menjawab kegundahan Habib Munzir ketika beliau berbisik dalam hati, “Kasihan jama’ah. Mereka duduk di bawah terik Matahari.” Cuaca terik berubah menjadi sejuk dan berangin sepoy-sepoy, seakan alam menyambut para tamu Rasulullah SAW.
Ketika Habib Munzir mengisahkan akhir-akhir riwayat Rasulullah SAW, beberapa jama’ah melihat awan-awan kecil berkumpul. Perlahan, mereka membentuk lafazh ‘ALLAH’ dalam huruf Arab, lengkap dengan tanda bacanya (harokat).
Ketika Habib Munzir mengajak jama’ah melafazhkan Asma Allah sebanyak 300 kali, awan itu telah terbentuk dengan jelasnya. Sebagian jama’ah yang tidak mengetahui perihal awan itu terus berdzikir sambil menunduk dan tidak menghiraukan sekelilingnya. Mereka asyik dalam melafazhkan Asma Allah. Jama’ah lainnya dan para pengunjung Monas yang melihat awan itu juga berdzikir sambil memandang tanda keridhoan Allah atas perkumpulan kami hari ini.
Selepas berdzikir, awan itu pun mulai terhapus. Namun tetap membekaskan kekaguman di hati jama’ah dan pengunjung Monas yang menyaksikannya. (Free Hot Article)
Seperti biasa, Habib Munzir membawakan taushiyah-taushiyah yang menyentuh hati. Namun kali ini taushiyah beliau lebih terasa di jiwa setiap hadhirin. Beliau mengisahkan kembali bagaimana sosok Rasulullah SAW sesungguhnya. Bagaimana budi pekerti Rasulullah SAW yang tidak pernah kenyang selama 3 hari berturut-turut. Artinya beliau SAW lebih sering lapar. Bukan karena beliau miskin. Jika beliau mau, beliau bisa menjadikan makanan satu piring cukup untuk mengenyangkan beliau dan keluarganya untuk selama-lamanya. Namun beliau ingin menjadi orang yang pertama kali merasakan lapar sebelum ummatnya merasakan lapar, dan menjadi orang yang terakhir kenyang setelah ummatnya kenyang.
Kisah demi kisah terus mengundang tangis dari jiwa-jiwa yang mencintai Muhammad Rasulullah SAW. Jiwa-jiwa yang dimabuk rindu itu terus melayang ke langit tertinggi. Cahaya-cahaya indah terpancar dari dada mereka hingga menembus ke ‘Arasy.
Awan tipis berkumpul untuk menjawab kegundahan Habib Munzir ketika beliau berbisik dalam hati, “Kasihan jama’ah. Mereka duduk di bawah terik Matahari.” Cuaca terik berubah menjadi sejuk dan berangin sepoy-sepoy, seakan alam menyambut para tamu Rasulullah SAW.
Ketika Habib Munzir mengisahkan akhir-akhir riwayat Rasulullah SAW, beberapa jama’ah melihat awan-awan kecil berkumpul. Perlahan, mereka membentuk lafazh ‘ALLAH’ dalam huruf Arab, lengkap dengan tanda bacanya (harokat).
Ketika Habib Munzir mengajak jama’ah melafazhkan Asma Allah sebanyak 300 kali, awan itu telah terbentuk dengan jelasnya. Sebagian jama’ah yang tidak mengetahui perihal awan itu terus berdzikir sambil menunduk dan tidak menghiraukan sekelilingnya. Mereka asyik dalam melafazhkan Asma Allah. Jama’ah lainnya dan para pengunjung Monas yang melihat awan itu juga berdzikir sambil memandang tanda keridhoan Allah atas perkumpulan kami hari ini.
Selepas berdzikir, awan itu pun mulai terhapus. Namun tetap membekaskan kekaguman di hati jama’ah dan pengunjung Monas yang menyaksikannya. (Free Hot Article)
Post a Comment