Satu anak penuh keunikan
J.B Watson pernah berkata , "Berikanlah kepadaku selusin anak-anak sehat, dan berikan dunia yang aku atur sendiri untuk memelihara mereka." Menurut Watson, setiap anak dilahirkan dalam keadaan sama. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih. Tidak punya kecendrungan khusus. Bukan hanya dalam pengertian hidup dan keyakinan sebagaimana pernah diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, tergantung orangtuanya apakah ia Yahudi, Majusi atau Nasrani.
Membayangkan pendidikan anakn dengan teori Watson, rasanya indah sekali. Kita bisa mencetak anak-anak imut, menggemaskan dan cerdas di saat kecil untuk kelak bisa kita tentukan menjadi apa dia. Mendidikan anak ala Watson, sepertinya mudah dan tidak merepotkan. Semua bertumpu pada kehendak, kemauan dan komando orangtua karena anak benar-benar bagai selembar kertas kosong tanpa tulisan apa-apa. Anak-anak tidak memilki kecendrungan sendiri maupun perbedaan karakter yang dibawa sejak lahir.
Bayang-bayang betapa sederhananya mendidik anak ala Watson, harus dipertanyakan dengan serius. Tiap anak membawa keunikan sendiri-sendiri. Tiap anak juga memiliki kecerdasan sendiri-sendiri yang berbeda, meskipun ia dibesarkan oleh orangtua dan lingkungan yang sama. Anak memang lahir dalam keadaan besih, tetapi untuk aspek-aspek yang sifatnya ruhiyah dan mental. Sementara untuk aspek lain, enak memiliki kecendrungan sendiri yang berbeda. Cara terbaik untuk menghadapi adalah mendidik mereka dengan gaya yang berbeda. Memperlakukan empat anak dengan karakter dan kecerdasan yang berbeda, tetapi gaya dan pendekatannya sama. Lupa bahwa keunikan anak harus disikapi secara cerdas dan keunikan itu menjadi pertimbangan dalam mengadapi mereka.
Melihat bahwa anak-anak semenjak lahir saja sudah berbeda, rasanya lebih bisa menerima pendapat Howard Gardner. Berdasarkan penelitian Gardner melihat manusia memiliki kecerdasan majemuk. Awalnya ia menyatakan ada tujuh kecerdasan pada diri manusia. Belakangan ia menemukan ada dua kecerdasan lainnya, yaitu kecerdasan verbal linguistik, matematik logis, musikal, visual spasial, fisik kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan yang kesembilan eksistensial.
Lalu apa yang harus kita lakukan dengan kecendrungan menonjolnya kecerdasan anak yang berbeda satu sama lainnya ? Membesarkan anak bukan untuk menciptakan manusia yang seragam, menjadi Abu Bakar semua atau Umar bin Khattab semua. Tetapi membesarkan sesuai karakter mereka dengan satu ikatan yang sama, yakni mengarahkan iman dan akhlak mereka. Adapun kecerdasan mereka, arahnya tetap sama : mengarahkannya karunia yang mejadi bekal menolong agama Alloh.
Selebihnya, ada pesan dari Nabi Muhammad SAW. Beliau mengingatkan, "Alloh merahmati orangtua yang membantu anaknya berbakti kepadanya. Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya dan tidak membebaninya serta tidak pula memakinya."
Kalau kita ingin membesarkan anak-anak dengan kecerdasan mejemuk yang ada pada mereka sehingga bisa mencapai kecemerlangan, sudahkah empat pesan Nabi Muhammad itu ada pada kita selaku orang tua ? [ Mohammad Fauzil Adhim ]
Membayangkan pendidikan anakn dengan teori Watson, rasanya indah sekali. Kita bisa mencetak anak-anak imut, menggemaskan dan cerdas di saat kecil untuk kelak bisa kita tentukan menjadi apa dia. Mendidikan anak ala Watson, sepertinya mudah dan tidak merepotkan. Semua bertumpu pada kehendak, kemauan dan komando orangtua karena anak benar-benar bagai selembar kertas kosong tanpa tulisan apa-apa. Anak-anak tidak memilki kecendrungan sendiri maupun perbedaan karakter yang dibawa sejak lahir.
Bayang-bayang betapa sederhananya mendidik anak ala Watson, harus dipertanyakan dengan serius. Tiap anak membawa keunikan sendiri-sendiri. Tiap anak juga memiliki kecerdasan sendiri-sendiri yang berbeda, meskipun ia dibesarkan oleh orangtua dan lingkungan yang sama. Anak memang lahir dalam keadaan besih, tetapi untuk aspek-aspek yang sifatnya ruhiyah dan mental. Sementara untuk aspek lain, enak memiliki kecendrungan sendiri yang berbeda. Cara terbaik untuk menghadapi adalah mendidik mereka dengan gaya yang berbeda. Memperlakukan empat anak dengan karakter dan kecerdasan yang berbeda, tetapi gaya dan pendekatannya sama. Lupa bahwa keunikan anak harus disikapi secara cerdas dan keunikan itu menjadi pertimbangan dalam mengadapi mereka.
Melihat bahwa anak-anak semenjak lahir saja sudah berbeda, rasanya lebih bisa menerima pendapat Howard Gardner. Berdasarkan penelitian Gardner melihat manusia memiliki kecerdasan majemuk. Awalnya ia menyatakan ada tujuh kecerdasan pada diri manusia. Belakangan ia menemukan ada dua kecerdasan lainnya, yaitu kecerdasan verbal linguistik, matematik logis, musikal, visual spasial, fisik kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan yang kesembilan eksistensial.
Lalu apa yang harus kita lakukan dengan kecendrungan menonjolnya kecerdasan anak yang berbeda satu sama lainnya ? Membesarkan anak bukan untuk menciptakan manusia yang seragam, menjadi Abu Bakar semua atau Umar bin Khattab semua. Tetapi membesarkan sesuai karakter mereka dengan satu ikatan yang sama, yakni mengarahkan iman dan akhlak mereka. Adapun kecerdasan mereka, arahnya tetap sama : mengarahkannya karunia yang mejadi bekal menolong agama Alloh.
Selebihnya, ada pesan dari Nabi Muhammad SAW. Beliau mengingatkan, "Alloh merahmati orangtua yang membantu anaknya berbakti kepadanya. Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya dan tidak membebaninya serta tidak pula memakinya."
Kalau kita ingin membesarkan anak-anak dengan kecerdasan mejemuk yang ada pada mereka sehingga bisa mencapai kecemerlangan, sudahkah empat pesan Nabi Muhammad itu ada pada kita selaku orang tua ? [ Mohammad Fauzil Adhim ]
Labels: pendidikan anak, umum
Post a Comment